Sikap dan Rekomendasi BPIP Terkait Salam Lintas Agama 

BPIP
Kepala BPIP Prof. Drs. K.H. Yudian Wahyudi, M.A., Ph.D
0 Komentar

CIANJUR.JABAREKSPRES.COM – Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mengeluarkan lima sikap dan rekomendasi terkait dengan salam lintas agama yang tidak menimbulkan polemik berkepanjangan.

“BPIP sebagai representasi negara yang bertugas menginternalisasi nilai-nilai Pancasila memiliki peran untuk memastikan kesatuan dan keutuhan berbangsa dan bernegara dapat terjaga,” kata Kepala BPIP Yudian Wahyudi dalam keterangan tertulisnya, Senin 10 Juni 2024. 

Secara Teologis, jelas Yudian, terdapat perbedaan antara agama dan pemikiran agama, agama dan penafsiran agama. Hasil ijtima adalah pemikiran agama yangmemiliki tafsir yang majemuk bukan mutlak sehingga tidak memilikikebenaran yang tunggal dan absolut. 

Baca Juga:Sekda Herman Suryatman Luncurkan Platform ASIIK Perpustakaan Digital Jabar Targetkan Juara Umum Peparnas 2024

Menurutnya, Pancasila sebagai ijtihad yang sudah disepakati oleh semua pihak, sehingga menjadi ijma/konsensus tertinggi, terlengkap, dan paling mengikat/binding, memiliki derajat keislaman yang telah diuji dan dibuktikan secara substantif.

Lebih lanjut Yudian menegaskan, Pancasila tidak dihegemoni oleh ajaran agama tertentu. Namun, Pancasila merepresentasi substansi dari ajaran agama. Dalam negara Pancasila, ajaran Islam yang bersifat “Ubuddiyyah” dipegang teguh secara pribadi dan menjadi spirit dan inspirasi dalam mengaktualisasi moralitas dirimenjadi manusia yang berkualitas dalam bermuamalah, baik bermuamalah secara sosial maupun berkenegaraan.

“Agama menjadi inspirasi batin dalam merepresentasikan nilai kemanusiaandan persatuan yang tinggi, sehingga semakin beragama seseorang, semakinia akan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila,” katanya. 

Yudian mengatakan, secara sosiologis, hasil ijtima tentang pelarangan ucapan salam lintas agama dan selamat hari raya keagamaan mengancam eksistensi Pancasiladan keutuhan hidup berbangsa yang sejak dahulu kala telah terkristalisasimenjadi sebuah kearifan lokal. 

“Tradisi ini telah menjadi bagian yang diwariskan sejak ratusan tahun oleh nenek moyang kita. Keutuhan bangsa yang telah hidup ratusan tahun ini tidak boleh direduksi oleh kelompok keagamaan tertentu yang berpotensi mempolarisasi, mendisharmonisasi, dan mendisintegrasi keutuhan berbangsa, tuturnya.

Sedangkan secara yuridis Islam, Yudian menjelaskan, hasil ijtima yang dibuat hanya memiliki daya yang mengikat secara internum umat muslim dalam forum keagamaan muslim. Sehingga tidak boleh dipaksakan ke dalam forum publik secara eksternum, karena akan mereduksi nilai-nilai persatuan dan penghargaan terhadapkemajemukan berbangsa.

0 Komentar