CIANJUR.JABAREKSPRES.COM – Jenazah DAN (10) yang diduga menjadi korban malapraktik Puskesmas Sindangbarang akhirnya menjalani proses autopsi di Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal (IKFM) RSUD Sayang Cianjur pada Rabu, 29 Mei 2024.
Kasat Reskrim Polres Cianjur AKP Tono Listianto mengatakan jika otopsi yang dilakukan merupakan bagian dari penyelidikan dugaan malapraktik.
“Saat ini sedang proses otopsi oleh dokter forensik. Selain itu kita juga sudah mintai keterangan 12 orang saksi termasuk dua orang mantri, perawat, juga pihak dari keluarga korban. Pekan depan kita rencanakan akan minta keterangan dari saksi ahli,” ujarnya saat ditemui di RSUD Sayang Cianjur, Rabu siang.
Baca Juga:Penyalaan Pasang Baru RS Edelweiss, PLN UP3 Cianjur Dukung Pengembangan Sektor Kesehatan Cetak Hattrick, PLN Kembali Raih Kinerja Keuangan Terbaik Sepanjang Sejarah pada Tahun 2023
Dari hasil otopsi dan dan keterangan saksi, nantinya baru bisa diketahui apa penyebab pasti meninggalnya DAN. “Untuk zat apa saja yang ditemukan didalam tubuh korban, itu nanti pihak dokter forensik yang akan menjelaskan,” kata dia.
Kata Tono, otopsi dilakukan atas permintaan dari pihak kepolisan dengan atas persetujuan pihak keluarga korban. “Kita ingin memastikan, apakah korban meninggal karena sakit, atau ada tindakan-tindakan lain yang sebabkan DAN regang nyawa,” kata dia.
Di sisi lain, Syarifahlawati (43) ibu kandung DAN yang datang ke IKFM bersama dengan jenazah anaknya berharap hasil otopsi bisa membuka kebenaran.
Pihaknya meminta secara resmi pada kepolisian untuk ekshumasi dan otopsi setelah melaporkan dugaan malapraktik pada Sabtu, 4 Mei 2024 lalu.
“Setelah laporan, kita juga minta untuk ekshumasi dan otopsi ke polisi. Setelah itu tujuh anggota keluarga pun menjadi saksi dan dimintai keterangan. Kita serahkan semua pada pihak kepolisian,” kata dia pada Cianjur Ekspres.
Syarifah dan suaminya Deni sempat berkonsultasi pada pihak laboratorium untuk menanyakan dosis obat yang diberikan pada anaknya saat berobat ke dua orang mantri di sekitar rumahnya yakni HD dan PRW yang tinggal tak jauh dari rumahnya. Dari kedua mantri, anaknya diberikan lima jenis obat berbeda.
“Ada dua obat yang diberikan mantri pada anak saya untuk turunkan demam, ada yang dosis 800 ml dan 650 ml, satu lagi obat tanpa lebel. Kita tanyakan ke laboratorium. Mereka bilang obat tersebut dengan dosis sampai 800 ml itu tak diperbolehkan untuk anak usia 10 tahun. Terlalu keras katanya,” ungkapnya.