CIANJUR.JABAREKSPRES.COM, CIANJUR – Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak (KTP/A) di Kabupaten Cianjur terbilang masih tinggi. Sepanjang 2023 saja setidaknya telah terjadi 133 kasus (KTP/A).
Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kabupaten Cianjur, Tenti Maryanti tidak menampik masih tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Kasusnya memang tinggi, pada bulan Maret 2024 ini saja sudah ada 34 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dari jumlah tersebut 17 diantaranya merupakan kekerasan terhadap anak,” kata Tenti.
Baca Juga:Mahasiswa Internasional UI Senang Merayakan Idul Fitri di IndonesiaKAI Commuter Imbau Orang Tua Jaga Anak Saat Perjalanan
Berbagai faktor menjadi pemicu terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak.Salah satu diantaranya akibat kurangnya pengawasan orang tua dan keamanan lingkungan. “Pelaku kebanyakan merupakan orang terdekat korban, bisa oknum guru, tetangga yang dikenal korban. Kenapa sampai ini terjadi karena kenal dekat dan percaya, korban sendiri belum paham apa itu kekerasan terutama seksual dan ini yang paling banyak terjadi,” jelasnya.
Menurut Tenti, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak saat ini trennya sudah bergeser. Kalau dulu yang menjadi korban itu kebanyakan anak usia SMP dan SMA. “Sekarang ini banyak anak usia SD karena usia peralihan pengawasan orang tua. Kalau anak SMP atau SMA sudah berani melawan,” katanya.
Sementara sebagai salah satu upaya pencegahan terjadinya tindak kekeran terhadap perempuan dan anak, saat ini pihaknya tengah gencar melakukan sosialisasi. Salah satu yang menjadi sasarannya adalah kepala dan guru-guru SD. “Kita kerja bareng dengan Disdikpora untuk menghadirkan mereka, kita berikan pemahaman dan regulasi terkait dengan tindak kekeran terhadap perempuan dan anak ini,” paparnya.
Selain itu juga dicanangkannya pengembangan sekolah ramah anak. “Programnya kita sosialisasikan termasuk pembentukan tim sekolah. Kita berikan pemahaman tentang kekerasan seperti kekerasan fisik, ferbal, bullying fisik, bahkan komen di medsos yang tidak sopan,” katanya.
Diharapkan dengan sosialisasi yang dilaksanakan bisa memberikan dampak terhadap kejadian kekerasan terhadap perempuan dan anak. “Ini sebagai salah satu upaya agar kejadian kekerasan terhadap perempuan dan anak ini bisa ditekan,” harapnya. (sri)