“Sejak itu mitosnya menyebar sampai sekarang,” ucap dia.
Siti menjelaskan pada tahun 70-an, masyarakat tidak berani melintas sendirian ke terowongan tersebut. Hal itu tak lain karena beredarnya mitos dan banyaknya orang yang mengaku melihat sosok yang diduga Nyi Sadea.
“Kalau dulu, siang-siang saja tidak ada yang berani melintas. Apalagi menjelang magrib. Kalau ada yang jelang magrib menyebrang, dianggap pemberani,” tuturnya.
Meskipun mitos tersebut masih sering diceritakan hingga sekarang, tetapi masyarakat sudah tak begitu takut untuk melintas terowongan tersebut saat tak ada kereta.
Baca Juga:Cianjur PPKM Level 4, Bupati Tegaskan Tempat Wisata Kembali DitutupTingkatkan Kualitas Pendidikan Di Wilayah 3T, BRI Lanjutkan Renovasi Sekolah di Tapal Batas Jayapura
“Kalau sekarang sudah biasa, tidak seperti dulu banyak yang takut karena mitos. Padahal yang penting banyak berdoa semoga selalu diberi keselamatan,” kata dia.(mg1/hyt)