Sarwono 77

1000 Tahun
ilustrasi disway.(net)
0 Komentar

“Dan kaus kaki saya warnanya sama,” celetuk Sarwono.

Masa remajanya di asrama sekolah di Inggris membuat Sarwono punya gaya humor model Inggris.

“Emangnya pernah tidak sama?” tanya Pak Dhar.

Sarwono pun menceritakan peristiwa kaus kaki yang tidak sama sebelumnya.

“Tapi warna baju dan celanamu masih tidak sama. Di sini harus sama,” ujar Pak Dhar.

Waktu itu Sarwono pakai baju safari warna biru muda dengan celana biru tua.

Baca Juga:Ketua DPD RI: Jangan Khawatir DivaksinPolres Cianjur Amankan Dua Pelaku Kejahatan Modus COD Jual Beli Kendaraan

Pertama ke kantor DPP Golkar, Sarwono melihat ada teknisi di ruang kerja sekjen.

“Kami diminta pasang tombol ini, Pak,” ujar teknisi itu. “Kalau Pak Dhar ingin panggil bapak atau bapak ingin panggil wasekjen, lewat tombol ini,” ujar teknisi tersebut.

“Saya tidak mau. Masak panggil orang pakai ting-tong,” ujar Sarwono. “Bongkar,” tambahnya.

Jiwa egaliternya sebagai mantan aktivis mahasiswa masih melekat.

Ia melihat masih ada empat tombol lain. “Itu untuk memanggil para wakil sekjen,” ujar teknisi.

“Ini nanti juga harus dibongkar,” ujar Sarwono.

Tapi Sarwono ingin mencoba dulu. Maka ia pencet empat tombol itu. Tiga orang wakil sekjen datang ke ruang kerjanya. Ada Akbar Tanjung, Oka Mahendra, dan David Napitupulu.

“Lho kalian ini mau ya dipanggil pakai ting-tong,” ujar Sarwono kepada mereka –dengan nada meledek. Merasa dikerjai mereka itu, semua balik memaki-maki Sarwono. Mereka sesama mantan aktivis mahasiswa. Sejak itu tidak ada lagi hierarki atasan bawahan.

Meski sudah masuk lingkaran kekuasaan, Sarwono masih berani membela Jenderal H.R. Dharsono. Secara terbuka. Padahal Dharsono lagi sangat dibenci Pak Harto.

Baca Juga:Serbuan Vaksinasi Kodim 0608/Cianjur Sasar Warga CipanasRUPSLB BRI Setujui Right Issue 28 Miliar Lembar Saham

Sarwono juga berani mengatakan soal ting-tong itu ke Pak Dhar, ketua umumnya: ia tidak mau dipanggil lewat ting-tong.

Periode itu, Golkar ingin berubah. Lebih sipil. Lebih muda.

Tapi di periode itu pula istri Sarwono sakit. Kanker payudara. Stadium 4.

Saat itu, di ABRI sendiri lagi ada keinginan agar Golkar tidak terus mengandalkan ABRI.

Sarwono tetap penasaran mengapa dipilih jadi sekjen. Ia bertanya lagi. Tapi juga tidak bisa mendapat jawaban dari sang ketua umum.

0 Komentar