100 Tahun Gayung

1000 Tahun
ilustrasi disway.(net)
0 Komentar

Begitu Madrim punya anak kembar, Nakula-Sadewa, Pandu dan Madrim harus membayar keradikalan tersebut: mati. Dan langsung masuk neraka.

Pandawa pun mendengar itu. Jasa Pandu mereka rasakan terlalu besar bagi negara. Anak-anak itu pun ingin memindah sang ayah ke surga. Lewat pengorbanan apa saja. Berhasil.

Apakah kini Pak Harto sudah berhasil pindah ke surga? Setelah 22 tahun di neraka reformasi?

Baca Juga:Polres Cianjur Amankan Tujuh Pengedar Narkoba Jaringan Antar PulauTargetkan Komposisi UMKM 85%, BRI Semakin Fokus ke Mikro

Kelihatannya begitu. Setidaknya, belakangan, sudah mulai banyak beredar stiker yang bunyinya begini: enak zamanku, tho?.

Bisa jadi, stiker itu menginspirasi penguasa kapan saja: memberangus demokrasi itu tidak apa-apa asal rakyat sejahtera. Dan, mengabaikan hak rakyat juga biasa saja untuk kemakmuran mereka. Toh, kelak, akan dipuji juga dengan stiker: enak zamanku, tho?.

Giyanto, sekarang, pengusaha parkir, security, dan jasa kebersihan. Di Jakarta. Sebelum Covid. Lalu, jadi karyawan lagi. Covid telah menenggelamkan usahanya.

Di kampung halamannya, di Desa Sidomukti, Plaosan (lereng timur Gunung Lawu), ia juga pernah punya usaha batik. Merek batiknya: Pring Sedapur (serumpun bambu). Itu menjadi batik khas Kabupaten Magetan. Yang pernah dikenakan Presiden SBY ketika berkunjung ke sana.

Saya pun baru tahu sekarang. Dari Giyanto itu. Bahwa batik corak Sidomukti yang legendaris itu berasal dari Desa Sidomukti-nya Giyanto.

Kelak, ratusan tahun kemudian, batik Sidomukti itu migrasi ke Solo dan dikenal sebagai batik Solo. Semoga yang punya Solo tidak tersinggung dengan klaim tersebut.

Masa remaja, Giyanto pernah juga jadi office boy. Sambil sekolah paket C SMP dan SMA. Ia rajin bekerja. Sampai kemudian jadi staf tata usaha. Sambil pula kuliah di Unitama Jakarta. Lulus S-1. Lalu jadi sekretaris kantor.

Baca Juga:Perumdam Tirta Mukti Salurkan Bantuan 1000 Potong Ayam dan Air Bersih Bagi Korban Longsor Cibokor Cibeber28 Warga Positif Covid-19 Usai Hadiri Hajatan, Desa Padasuka Cibinong Cianjur Dilockdown

Di saat perusahaan tempatnya bekerja (milik Reza Khalid) berpatungan dengan perusahaan milik Mbak Mamik (salah seorang putri Pak Harto), Giyanto jadi sekretaris perusahaan gabungan itu. Lalu, jadi corporate secretary.

Tahun 1998 –dua tahun setelah Ibu Tien Soeharto wafat– Giyanto mengalami apa yang tidak ia sangka: bisa masuk kamar tidur Presiden Soeharto. Di Jalan Cendana.

“Mbak Mamik minta saya mengajari Pak Harto menggunakan internet,” ujar Giyanto. “Pak Harto ingin bisa membuka dan mengirim e-mail,” ujarnya.

0 Komentar