Cianjurekspres.net – Anggaran Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) diduga menjadi ajang bancakan. Dugaan tersebut diperkuat dengan adanya bukti rekaman pengakuan dari salah satu kepala desa.
Tak tanggung-tanggung, dana yang dipangkas diduga sebesar Rp45 juta untuk fee (kewajiban) ditambah Rp7 juta dengan dalih untuk menyusun laporan pertanggungjawaban (LPJ). Diduga total dana haram yang terkumpul senilai Rp52 juta dari total anggaran sekitar Rp195 juta per titik.
Kegiatan P3-TGAI 2021 sendiri di Kabupaten Cianjur berdasarkan Kepmen PUPR 2021 ada 36 titik. Di antaranya 3 titik usulan dari Dinas PUPR Kabupaten Cianjur, 3 titik dari Dinas SDA Pemprov Jabar, 13 titik usulan BBWS Citarum, dan 16 titik usulan partai.
Baca Juga:Pemkab Cianjur Tak Larang Ziarah Kubur Saat Idul Fitri, Ini AlasannyaIni Harga Vaksin Gotong Royong per Dosis
Berdasarkan pengakuan dari salah satu narasumber yang meminta dirahasiakan identitasnya, mengatakan, untuk usulan BBWS Citarum diduga adanya permainan antara PPK II bernama Leni dengan asisten tenaga ahli KMB) Silvi melalui Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM) dari Sukabumi Suci Nuraeni yang diawali adanya kerja sama antara Suci dengan Ketua P3A Mitra Cai, di salah satu desa di Kecamatan Cikalongkulon. Mereka diduga mengondisikan titik-titik kegiatan yang ada di wilayah Kecamatan Sukaresmi dan Cikalongkulon.
“Diduga adanya pungutan yang diambil oleh SN dan suami pada malam Kamis sekitar bulan April 2021 setelah Salat Tarawih, yang sebelumnya sudah dikondisikan oleh Silvi yang juga sebagai koordinator wilayah Cianjur,” kata dia kepada Cianjur Ekspres, belum lama ini.
Kewajiban yang diberikan kepada mereka, kata dia, sebesar Rp45 juta per titik dan Rp7 juta untuk LPJ dengan titik Desa Majalaya, Mekarjaya, Kubang, Cikancana, Sukamahi, dan Cibanteng. “Di Kecamatan Ciranjang dan Bojongpicung juga sama diduga dipangkas,” jelasnya.
Dia merinci, dana haram yang berhasil mereka kumpulkan diduga sebanyak Rp676 juta dari 13 titik usulan BBWS Citarum dengan masing-masing per titik Rp52 juta. “Jadi intinya setiap desa hanya mendapatkan anggaran Rp143 juta dari total anggaran kegiatan senilai Rp195 juta. Tentunya ini akan sangat berpengaruh pada setiap pekerjaan yang tidak akan maksimal,” ujarnya.