Dugaan pelanggaran Pilkada itu dilakukan ketua PAC partai pengusung salah satu pasangan calon di Kecamatan Agrabinta.
“Kasus dugaan money politics ini berdasarkan temuan Panwascam Agrabinta,” ujar Hadi kepada wartawan, Senin (19/10).
Hal mendasar yang menjadi temuan itu digolongkan sebagai pelanggaran Pilkada didasari pertimbangan di lokasi pembagian beras terdapat banner pasangan calon bupati dan wakil bupati nomor urut 2. Hadi pun menegaskan, Bawaslu telah menerima sejumlah bukti adanya dugaan pelanggaran tersebut.
“Hasil rapat pembahasan Sentra Gakkumdu, Bawaslu akan meneruskan kasus ini ke pihak kepolisian untuk dilakukan penyidikan. Pihak kepolisian memiliki waktu 14 hari kerja untuk melakukan pemberkasan ke Kejaksaan hingga disidangkan,” jelas Hadi.
Hadi mengatakan, pemberian beras kepada warga korban banjir bisa dikategorikan pelanggaran politik uang karena ada indikasi menjanjikan atau memberikan uang atau barang untuk memengaruhi pemilih. Berdasarkan aturan, bahan kampanye yang diberikan kepada pemilih seharga di bawah Rp60 ribu.
“Bahan kampanyenya pun seperti penutup kepala, kaos, mug, dan sejenisnya. Kalau beras tidak termasuk bahan kampanye. Kami imbau bagi semua peserta pemilu tak diperkenankan memberikan materi bahan kampanye yang dilarang,” tegasnya.
Dengan adanya temuan ini, Ketua PAC partai politik di Kecamatan Agrabinta diduga melanggar pasal 73 ayat 1 dan ayat 4 Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pilkada. Ancaman pidana penjara paling singkat 36 bulan paling lama 73 bulan denda paling sedikit Rp200 juta paling banyak Rp1 miliar.(hyt)