Cianjurekspres.net – Komisi A DPRD Kabupaten Cianjur mendesak Satpol PP Kabupaten Cianjur agar segera bertindak tegas menutup beberapa batching plant tidak berizin maupun yang sedang memproses perizinannya. Hal tersebut sudah disepakati ketika rapat kerja beberapa waktu lalu.
“Tutup segera batching plant yang tidak berizin maupun yang sedang dalam proses. Sebab, kita sudah sepakat waktu rapat kerja antara Komisi A, Satpol PP, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP), dan beberapa plant,” kata Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Cianjur, M Isnaeni, kepada Cianjur Ekspres, Kamis (6/8).
Dia menegaskan, dalam rapat kerja sudah disepakati soal penutup batching plant tersebut, apalagi yang tidak ada izinnya sama sekali. “Dasar hukumnya kan sudah jelas, yang namanya tidak ada izin sudah menyalahi aturan. Harus segera ditindak,” tegas Isnaeni.
Baca Juga: Soal Batching Plant, Plt Bupati Cianjur: Kalau Tetap Membandel akan Kita Tutup
Dia menyebutkan, Satpol PP jangan memberikan toletasi-tolerasi terhadap perusahaan batching plant yang tidak berizin maupun yang sedang memperoses perizinannya. Itu pun hanya empat perusahaan yang dilakukan pengawasan, bukan penyegelan.
“Harusnya penyegelan, bukan sedang diawasi. Ada apa ini dengan Satpol PP? Pak plt bupati kan sudah ngomong harus ditutup, atau dilakukan penyegelan agar tidak beroperasi. Ini seperti pembiaran saja,” ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, Kasatpol PP Kabupaten Cianjur Hendri Prasetiadhi saat dikonfirmasi mengungkapkan jumlah batching plant yang dipasang segel pengawasan belum bertambah.
“Belum nambah lagi, sekarang lagi penertiban reklame,” katanya.
Saat ditanya apakah yang dipasang segel pengawasan diperbolehkan untuk beroperasi? Hendri mengatakan bahwa yang dipasang segel pengawasan yang dimaksudkan agar proses perizinannya segera di tempuh ke DPMPTSP.
“Selanjutnya apabila dinas perizinan memberi informasi kepada kami ternyata izin juga tidak ditempuh, maka akan di segel tutup. Segel pengawasan sebagai peringatan pertama,” ujarnya.
Hendri menjelaskan, pengawasan yang dimaksud, tahap pertama yakni dalam konteks perizinannya dan tahap berikutnya sesuai dengan permasalahan perusahaan dalam menaati aturan. “Seperti tenaga kerja berarti oleh disnaker, kalau menimbulkan dampak lingkungan berarti DLH, kalau  transportasi berarti Dishub,” ucapnya.