“Di sana pun tidak ditemukan petugas kesehatan, seperti perawat dan dokter,” ungkapnya.
Tak hanya itu, ungkap dia, pada anggaran belanja hand sanitizer saja mencapai Rp1.242.000.000. Nilai anggaran tersebut sangat fantastis, diduga terjadi mark up. Sebab, peruntukannya pun tidak jelas kemana saja. Juga anggaran APD lengkap yang meliputi satu unit paket APD lengkap terdiri dari Baju, sepatu, helm, pelindung muka, sarungtangan safety, sarung tangan latex, masker N 95, kacamata google, dan coversus, dananya mencapai Rp2 miliar ini rawan diselewengkan, karena tidak ada standar harga pada umumnya.
“Alat-alat tidak jelas kemana dibagikannya. Karena terkait APD ini tenaga kesehatan kerap kekurangan. Padahal bantuan dari swasta juga selalu ada. Sedangkan kemarin pemkab sudah melakukan pengadaan APD dan hand sinitizer,” bebernya.
Baca Juga: Diminta KPK Transparan Soal Penyaluran Bansos Covid-19, Begini Jawaban Plt Bupati Cianjur
Oleh karenanya, pihaknya meminta agar penggunaan anggaran Covid-19 di Dinkes diaudit. Sebab, sampai saat ini pun tidak ada kejelasan dan transparansi mengenai penggunaan anggaran itu.
“Bila perlu kami akan menuntut Plt Bupati Cianjur, Herman Suherman, mencopot jabatan kepala dinas dan sekdisnya,” tegas dia.
Di samping itu, lanjut dia mengatakan, dalam diskusi itu pula bahwa rekan-rekan dari beberapa lembaga itu sepakat bahwa anggaran dana covid secara kesuluruhan yang dianggarkan oleh Pemkab Cianjur harus terbuka dan transparan. Dan pihaknya menilai kinerja pemerintah dalam penanganan Covid-19 kurang optimal dalam melaksanakannya.
“Kami juga membahas terkait bantuan sembako dari pemkab ternyata di lapangan diduga tidak tepat sasaran. Bahkan pengadaan nasi kotak disinyalir ada kepentingan politik atau golongan tertentu,” kata Galih.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur, Tresna Gumilar, menuturkan, RAB dana penanganan dan pencegahan Covid-19 ini tidak ada realisasi. Tidak ada mark up karena Dinkes Cianjur selalu didampingi Inspektorat Daerah (Itda) Kabupaten Cianjur di setiap penggunaannya.
“Contohnya usulan sewa ruangan, sampai hari ini realisasi pembayaran hanya sekitar Rp50 jutaan, karena sistem pembayaran dihitung jumlah orang. Ada 13 orang x 14 hari x Rp200 ribu. Sisanya dikembalikan ke Kas Daerah (tidak ada bunga bank),” tuturnya saat dihubungi melalui telepon seluler, belum lama ini.