Cianjurekspres.net – Direktur Politic Social and Local Goverment Studies (Poslogis) Cianjur, Asep Toha menilai rencana penerapan new normal di Jawa Barat pada 1 Juni 2020 mendatang terkesan populis.
“Dalam rencana New Normal ini, saya merasa Gubernur Jabar Ridwan Kamil terkesan populis,” kata Direktur Poslogis Cianjur Asep Toha, Kamis (28/5/2020).
Menurutnya, hal tersebut perlu dilakukannya kajian yang sangat mendalam atas kondisi nyata dilapangan khususnya di Kabupaten Cianjur dalam pelaksanaan PSBB.
“Maka, dampaknya Pemkab dan Pemkot yang repot, dalam menghadapi gejolak dan kebingungan masyarakat di tengah gencar-gencarnya penegakkan aturan PSBB pada masa-masa terakhir,” katanya.
Ia mengatakan, tanpa menampikan keberhasilan Gubernur Jabar dalam melaksanakan PSBB selama ini, hingga disebut sebagai salah satu provinsi yang berhasil dalam menangani Pandemi, tetapi dalam melanjutkan penanganan Covid paska PSBB di Jawa Barat belum tentu.
Baca juga: Jabar Terapkan New Normal 1 Juni, Ini Penjelasan Kang Emil
“Saya merasa Gubernur terkesan gegabah, sebab tidak terlihat adanya kajian-kajian pendukung lainnya. Dia hanya melihat dari angka global kasus di Jawa Barat yang memang diakui adanya penurunan. Namun, apakah dia mempertimbangkan bagaimana kondisi dan situasi masyarakat di daerah yang saat ini dibingungkan dengan rencana new normal di tengah Pemkab dan Pemkot sedang memaksimalkan pelaksanaan PSBB,” paparnya.
Ketika Pemkab dan Pemkot menjalankan peraturan PSBB dengan menutup tempat-tempat kerja, namun tiba-tiba muncul pelonggaran. Dalam pandangan masyarakat secara umum.
“Ini kan kontradiktif, Pemkab atau Pemkot yang menjadi sasaran telunjuk masyarakat,” kata Asto.
Sebaiknya lanjut Asto, Pemprov Jabar mempertimbangkan sisi karakteristik masyarakat Jabar yang melaksanaan PSBB bersanksi di dalamnya, tapi tetap saja kurang ditaati.
“Pelaksanaan New Normal ini hanya melalui Kepmenkes yang tidak ada sanksinya,” ujarnya.
Jika melihat perkembangan secara parsial per daerah di Jabar, kondisinya tidak merata, makanya ada kewaspadaan level hijau, kuning dan merah. Ada juga daerah yang belum maksimal dalam penangananya, misalnya kurang terbukanya data kasus hingga terjadi perbedaan antara data Kabupaten dengan data Provinsi seperti terjadi di Cianjur.