“Listrik saja sudah tidak sesuai spek yang saya lihat di dokumen kontrak. Seandainya kalau pun semua alat pengolahan sampah lengkap, itu tidak akan cukup,” kata dia.
Baca Juga: Kejaksaan Diminta Usut Tuntas Proyek Bangunan TPS3R di Cianjur
Bukan itu saja, kata Ludi, di TPS3R hanya ada satu alat saja. Yakni alat pengolahan atau pencacah sampah organik. Sedangkan yang dia ketahui dari dokumen kontrak harusnya ada alat pencacah sampah non-organik juga.
“Selain itu, cator juga tidak ada. Katanya mau diganti catornya menggunakan anggaran di luar paket sebelumnya. Dalam isi dokumen kontrak pun tidak dijelaskan secara memerinci alat apa saja untuk TPS3R ini. Kalau harga alat pencacah yang saya lihat di dokumen nilainya sekitar Rp100 jutaan lebih,” bebernya.
Oleh karenanya, kata Ludi, berdasarkan banyaknya kekurangan sarana dan prasarana di TPS3R ini pihaknya enggan menerima pelimpahan aset tersebut. Sebab, nantinya TPS3R ini menjadi aset desa dan akan diketahui oleh Kementerian Desa dan Daerah Tertinggal.
“Saya tidak mau nantinya jadi masalah. Kalau nanti ditanya Kemendes, saya mau menjawab bagaimana. Artinya saya tidak mau menerimnya kalau belum jelas hukum dan bangunannya” keluhnya.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari DLH Kabupaten Cianjur, Asep Hendriana, membantah jika tidak adanya alat penunjang dan cator di TPS3R tersebut. Dia mengaku, alat pencacah sampah itu ada dan memang belum dilimpahkan.
“Cator juga ada di kantor berikut alatnya. Tapi kalau TPS3R ini belum beroperasi memang benar, tapi itu bukan ranah saya,” tuturnya saat dihubungi melalui telepon seluler, belum lama ini.(yis/red)