CIANJUR – LSM Aliansi Masyarakat untuk Penegakan Hukum (Ampuh) Cianjur meminta aparat penegak hukum mengusut tuntas permasalahan terbengkalainya Gedung Tempat Pengolahan Sampah Reuse, Reduce dan Recycle (TPS3R) di Desa Ciherang, Kecamatan Pacet dan Desa Saganten, Kecamatan Sindangbarang. Ampuh menilai ini murni kesalahan dan kelalaian Dinas Lingkungan Hidup (DHL) Kabupaten Cianjur.
Presidium LSM Ampuh Cianjur, Yana Nurjaman mengatakan, pembangunan TPS3R ini telah rampung sekitar akhir 2018 lalu. Sayangnya, kedua bangunan yang menelan anggaran sekitar Rp1 miliar lebih itu terbengkalai.
“Seharusnya ketika bangunan TPS3R ini rampung dibangun, berarti gedung itu harus difungsikan,” kata dia kepada Cianjur Ekspres, Selasa (7/1/2020).
Sebab, jelas Yana, melihat dari rencana umum pengadaan (RUP) bangunan TPS3R ini berikut alat pengolahan sampah dan sarana lainnya. Artinya, ketika pembangunan TPS3R ini selesai dibangun oleh kontraktor, maka harus sudah siap difungsikan dan dikelola oleh kelompok masyarakat sekitar.
“Sekarang yang jadi pertanyaan, kenapa sudah setahun ini gedung TPS3R tidak dioperasikan?” tegasnya.
‘Mangkrak’ Setahun, Begini Kondisi TPS3R di Cianjur
Bahkan, lanjut dia menerangkan, di lokasi TPS3R Desa Ciherang hanya wujud gedungnya saja. Tidak ada sarana ketersediaan alat pengolahan sampah sesuai dokumen perencanaan.
“Ini juga menjadi pertanyaan, ke mana alat sarana prasarana pendukungnya? Dibelanjakan atau tidak? Bagaimana warga bisa menggunakannya, kalau alat pengolahan sampahnya tidak ada,” kata Yana.
Dia menjelaskan, pada intinya pihak Dinas LH itu harus menjelaskan secara detail isi dokumen kontrak antara PPK dengan rekanan. Jangan sampai, dua kegiatan yang menelan anggaran sebanyak Rp1 miliar lebih ini tidak ada manfaatnya.
“Kami menduga ada pelanggaran kontrak berupa adanya pekerjaan yang tidak dilaksanakan oleh pelaksana proyek dengan DHL. Maka, kontraktor dan PPK harus diperiksa,” ungkapnya.
Yana meminta aparat penegak hukum, terutama Kejaksaan Negeri (Kejari) Cianjur untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan kontak dokumen pelaksanaan kerja antara DLH dengan rekanan pelaksana proyek atau pemenang tender.
“Persoalan ini harus diusut tuntas, karena menggunakan dana APBD yang tidak sedikit. Ini murni kelalaian pihak DLH,” tandasnya.