“Tentu kami berharap apa yang terjadi saat ini tidak menghamabat dan berdampak serius terhadap penanganan perkara yang dilakukan,” ucap Febri.
Febri menambahkan, terdapat tiga dakwaan kumulatif yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK terhadap Annas. Dua di antaranya, kata dia, korupsi di sektor kehutanan.
Febri menyatakan, korupsi sektor kehutanan memberikan dampak yang lebih kompleks di banding korupsi di sektor-sektor lain. Pasalnya, yang dirugikan bukan saja pemerintah dan pihak-pihak tertentu saja. Namun, lingkungan juga terkena imbasnya.
“Karena itu secara kelembagaan KPK tetap menghormati kewenangan presiden. Namun kita peelu melihat kaca mata persoalan ini secara lebih luas, terutama korupsi yang terjadi ini di lintas sektor. Bukan saja korupsi proyek tetapi juga kehutanan,” tutupnya.
Terpisah, Presiden Jokowi menyatakan tidak semua grasi (pengurangan masa pidana) dikabulkan.
“Tidak semua yang diajukan kepada saya kita kabulkan. Coba dicek, berapa ratus yang mengajukan dalam 1 tahun yang dikabulkan berapa. Dicek betul,” katanya di Istana Kepresidenan Bogor.
Presiden Jokowi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 23/G Tahun 2019 tentang Pemberian Grasi tertanggal 25 Oktober 2019 menyatakan Presiden memberikan pengurangan jumlah pidana dari pidana penjara 7 tahun menjadi pidana penjara selama 6 tahun, namun pidana denda Rp200 juta, subsider pidana kurungan selama 6 bulan tetap harus dibayar.
“Kenapa (grasi) itu diberikan, karena memang dari pertimbangan MA seperti itu, pertimbangan yang kedua dari Menkopolhukam juga seperti itu diberikan, yang ketiga memang dari sisi kemanusiaan ini kan juga umurnya sudah uzur dan sakit-sakitan terus, sehingga dari kaca mata kemanusiaan diberikan,” katanya lagi.
Berdasarkan surat permohonan grasi yang disampaikan, Annas mengatakan mengidap berbagai penyakit sesuai keterangan dokter, yakni penyakit paru obstruktif kronis (PPOK/COPD akut), dispepsia syndrome (depresi), gastritis (lambung), hernia, dan sesak napas (membutuhkan pemakaian oksigen setiap hari).
“Tapi sekali lagi atas pertimbangan MA, dan itu adalah hak yang diberikan kepada Presiden dalam UUD,” tegasnya.
Pasal 6A ayat (1) dan (2) UU No. 5 Tahun 2010 tentang Grasi menyebutkan, demi kepentingan kemanusiaan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia berwenang meneliti dan melaksanakan proses pengajuan grasi tersebut. Presiden kemudian memutuskan setelah mendapat pertimbangan hukum tertulis dari MA.