JAKARTA – Kalangan dunia usaha mengkritisi tim ekonomi dalam Kabinet Indonesia Maju 2019-2024 yang dinilai masih didominasi oleh kader partai politik (parpol).
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Provinsi DKI Jakarta Sarman Simanjorang dalam keterangan di Jakarta, Jumat (25/10/2019), menilai susunan tim ekonomi di kabinet Jokowi-Ma’ruf Amin di luar ekspektasi dan harapan dunia usaha.
“Sebelum Presiden mengumumkan anggota kabinet Indonesia Maju, kami sudah memberikan masukan agar presiden dalam menetapkan anggota kabinet, khususnya yang membidangi ekonomi agar lebih selektif dan diharapkan jangan ada warna politik alias murni professional sehingga dalam menjalankan tugasnya benar-benar murni tidak ada kepentingan partai dalam mengambil kebijakan,” katanya.
Namun, nyatanya tim ekonomi masih didominasi kader partai politik seperti Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, Menteri Pertanian, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menko Perekonomian, Menteri Ketenagakerjaan, serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sedangkan yang murni dari kalangan profesional adalah Menteri Keuangan, Menteri BUMN, Kepala BKPM dan Menteri PUPR.
“Tentu ada sedikit rasa pesimis dengan banyaknya kader parpol anggota kabinet ekonomi, namun kami tetap menghargai hak prerogatif Presiden yang mungkin memiliki pertimbangan khusus,” imbuhnya.
Sarman yang juga Wakil Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) itu mengingatkan para menteri yang berasal dari partai politik harus mampu memberikan sinyal bahwa mereka akan mengabaikan kepentingan partai serta mampu menyakinkan semua kebijakan untuk kepentingan masyarakat luas dan dunia usaha.
“Kami menunggu terobosan yang akan dilakukan dalam tiga atau enam bulan ke depan, khususnya bagaimana strategi stabilisasi harga pangan untuk menekan inflasi dan menaikkan pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan gejolak ekonomi global dan perang dagang Amerika dan China,” katanya.
Dunia usaha, lanjut Sarman, juga menanti kebijakan dan regulasi agar segera dievaluasi dalam rangka meningkatkan kegairahan pelaku usaha dan pasar.
Ia juga mengingatkan agar kebijakan impor bisa lebih terbuka. Artinya, pemerintah diharapkan tidak menciptakan monopoli tetapi memberikan kesempatan yang sama kepada swasta untuk stabilisasi harga.
“Seperti impor daging kerbau dari India yang selama ini hanya dimonopoli Bulog dan rencana impor daging sapi dari Brazil yang lagi-lagi yang diberikan izin hanya BUMN. Perusahaan Importir daging yang sudah puluhan tahun dan memiliki infrastruktur dan jaringan distribusi yang kuat tidak diberikan peran sama sekali. Hal hal seperti ini diharapkan menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dilakukan oleh menteri-menteri baru,” kata Dewan Penasehat Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) itu.