JAKARTA – Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengatakan lembaganya menunda pengesahan empat rancangan undang-undang (RUU) menjadi undang-undang seperti yang diminta Presiden RI Joko Widodo beberapa waktu lalu.
Keempat RUU tersebut adalah RUU KUHP dan RUU Lembaga Permasyarakatan, RUU Pertanahan, dan RUU Minerba.
“Saya memahami keinginan Presiden Joko Widodo yang meminta empat RUU untuk ditunda pengesahannya,” kata Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (24/9/2019).
Untuk itu, DPR melalui Badan Musyawarah (Bamus), Senin (23/9), dan forum lobi pada hari Selasa sepakat untuk menunda RUU KUHP dan RUU Lembaga Permasyarakatan untuk memberikan waktu kepada DPR maupun pemerintah untuk mengkaji dan menyosialisasikan kembali secara masif isi dari kedua RUU tersebut agar masyarakat lebih bisa memahaminya.
Dua RUU lainnya, menurut dia, yaitu RUU Pertanahan dan RUU Minerba masih dalam pembahasan di tingkat pertama dan belum masuk dalam tahap pengambilan keputusan.
“Terkait dengan pengesahan RUU KUHP yang ditunda, sebagaimana disampaikan dalam rapat konsultasi antara Presiden dan pimpinan DPR RI didampingi pimpinan fraksi dan pimpinan Komisi III DPRI di Istana Negara, Senin (23/9), telah disepakati untuk ditunda sesuai dengan mekanisme, prosedur, dan tata cara yang ada di DPR,” ujarnya.
Bamsoet menyebutkan Pasal 20 Ayat (2) UUD NRI Tahun1945 mengamanatkan bahwa setiap RUU dibahas DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Tanpa persetujuan kedua belah pihak, maka setiap RUU tidak bisa disahkan menjadi UU.
Menurut dia, karena ditunda, DPR RI bersama pemerintah akan mengkaji kembali pasal per pasal yang terdapat dalam RUU KUHP, khususnya yang menjadi sorotan publik dan DPR juga akan gencarkan kembali sosialisasi tentang RUU KUHP.
“Dengan demikian, masyarakat bisa mendapatkan penjelasan yang utuh, tidak salah tafsir, apalagi salah paham menuduh DPR RI dan pemerintah ingin mengebiri hak-hak rakyat,” katanya.
Pada dasarnya, kata Bamsoet, penyusunan RUU KUHP sudah melibatkan berbagai profesor hukum dari berbagai universitas, praktisi hukum, maupun lembaga swadaya dan organisasi kemasyarakatan sehingga keberadaan pasal per pasalnya yang dirumuskan bisa menjawab berbagai permasalahan yang ada dalam masyarakat Indonesia.