CIANJUR – Warga sembilan desa di Kecamatan Cibeber bisa bernafas lega lantaran air sungai Cikondang bakal kembali mengalir ke wilayahnya masing-masing. Dampak kekeringan terhadap lahan di wilayah itupun bisa diminimalisir.
Aliran air sungai yang sempat tidak normal lantaran jebolnya irigasi kini sudah bisa kembali mengalir ke sawah dan sungai di pemukiman warga setelah dilakukan penyodetan oleh Pemerintah Kabupaten Cianjur.
Plt Bupati Kabupaten Cianjur, Herman Suherman menyebutkan untuk melakukan penyodetan sepanjang 50 meter dengan lebar 4 meter itu menghabiskan biaya sebesar Rp 500 juta untuk pengadaan bronjong, batu, dan pengunaan alat berat.
“Setelah beberapa pekan melakukan pekerjaan dibantu oleh warga, penyodetan bisa tuntas. Sehingga pada Kamis (19/9) lalu sudah bisa diresmikan dan berfungsi mengalirkan air ke sembilan desa, terutama untuk mengaliri lahan pesawahan,” ucap Herman, Minggu (22/9/2019).
Menurutnya, debit air dari sodetan tersebut cukup untuk mengaliri lahan pesawahan di sembilan desa yang mengalami kekeringan, meskipun tidak akan normal seperti sebelum musim kekeringan dan jebolnya irigasi.
“Makanya nanti akan dilakukan sitem buka tutup supaya seluruh wilayah yang terdampak bisa teraliri. Terpenting dengan danha sodetan ini, dampak kekeringan dan jebolnya jaringan irigasi bisa diminimalisir,” kata dia.
Untuk jangka panjangnya, lanjut Herman, Pemkab akan mendorong Pemprov untuk segera memperbaiki jaringan irigasi supaya aliran air sungai ke pesawahan bisa kembali normal.
Camat Cibeber, Ali Akbar, menjelaskan, berdasarkan informasi didapatnya dari petugas PSDA Provinsi Jawa Barat, sodetan tersebut hanya mampu mengairi 27 persen dari lahan yang terdampak kekeringan. Makanya pengaturan air perlu untuk dilakukan supaya cakupan lahan yang teraliri bisa lebih luas dan merata.
Menurutnya, saluran irigasi tersebut mengaliri sedikitnya 1.007 hektar lahan pertanian di 9 desa di Kecamatan Cibeber. Bahkan, jika terus menunggu hingga pembangunan irigasi oleh provinsi pada 2021, Cianjur terancam kehilangan puluhan ribu ton padi dengan kerugian lebih dari Rp 80 miliar.
“Itu kerugian hasil dari perhitungan kasar dinas terkait. Dengan hitungan luas lahan, produksi padi per hektar, serta jumlah masa tanam per tahunnya. Cibeber ini kan memang salah satu lumbung padi dengan tingkat produksi yang tinggi, makanya akan sangat berpengaruh pada produksi tingkat kabupaten. Tapi dengan adanya penyodetan ini diharapkan mampu meminimalisir dampak kekeringan dan produksi pertanian yang hilang,” kata dia.(bay)