Oleh karena itu, pihaknya berharap lapas menyediakan ruangan khusus bagi narapidana untuk menyalurkan kebutuhan biologisnya dengan pasangan yang sah saat waktu penjengukan. “Saya rasa hal itu akan mampu mencegah terjadinya penyimpangan seksual, meskipun saat ini ruangan di lapas pun belum memadai. Tapi perlu ada upaya dan solusi tersebut, mengingat penyimpangan seks akan meningkatkan risiko penyakit, terutama HIV/AIDS,” pungkasnya.
Perlu diketahui, sebelumnya, Kepala Kanwil Kemenkum HAM Jabar, Liberti Sitinjak mengungkapkan adanya perilaku penyimpangan seksual di lembaga pemasyarakatan di Jawa Barat. Daya tampung setiap sel sudah tidak ideal, dinilai berdampaknya ke orientasi seksual napi.
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Cianjur mencatat saat ini ada 832 pelaku penyimpangan seks yakni laki-laki seks laki-laki (LSL). Bahkan tidak sedikit dari LSL tersebut yang mengidap HIV/AIDS.
Sekretaris KPA Cianjur, Hilman, mengatakan, data di tahun lalu terdapat 120 orang pengidap HIV/AIDS baru, 40 persen di antaranya merupakan LSL. Persentase tersebut paling besar dibandingkan kategori lainnya, seperti Wanita Penjaja Seks (WPS) atau lainnya.
“Jadi beberapa tahun terakhir gay ini jadi yang paling banyak terkena HIV/AIDS. Tapi kalau dari data awal pengidap HIV/AIDS yang tercatat hingga saat ini yakni sekitar 1.100 orang, belum bisa dipastikan berapa persennya yang gay,” kata dia.
Menurutnya, perilaku seks menyimpang tersebut banyak diakibatkan oleh pergaulan. “Biasanya karena bergaul dengan kelompok tertentu, membuat seseorang menjadi pelaku seks menyimpang,” kata dia.
Hilman menambahkan, rentang usia pengidap LSL paling banyak di usia 20-30 tahun, sebanyak 40 persen. Selebihnya ialah di usia 30-40 dan di usia 15-20 tahun.
Untuk mencegah pertumbuhan LSL terutama pada generasi pelajar, KPA akan melakukan sosialisasi terhadap apra guru BK di SMP dan SMA/SMK sederajat. “Dari para guru tersebut nanti sosialisasi ke para pelajar. DIharapkan generasi muda Cianjur tidak menjadi pelaku seks menyimpang,” kata dia.(bay/red)