Abah yang asli Bojongpicung Cianjur itu menjelaskan, sambil menunggu keputusan awal Ramadan dari Imam Besar itulah, para ajengan dari pelosok Cianjur itu menunggu di pelataran Kaum sambil “murak timbel” makan bersama-sama para ajengan lainnya.
Setelah mendapat fatwa awal Ramadan rombongan ajengan ini pulang kembali kekampungnya masing-masing setelah sebelumnya “nyimpang heula” ke pasar yang saat itu tidak jauh dari Kaum, belanja “pindang dan lauk asin” untuk keperluan Ramadan. Seiring perjalanan waktu, tradisi ini bergeser menjadi rekreatif dan dilaksanakan seperti sekarang ini.
Entah siapa yang menamainya kemudian menjadi Papajar yang katanya singkatan dari Mapag Fajar Ramadhan. Semoga didalam Ramadan nanti kita berupaya meningkatkan ketakwaan dan ukhuwah Islam walaupun dalam suhu politik meninggi pasca pilpres yang baru lalu,” pungkas Abah Ruskawan. (bisri mustofa/cianjur ekspres)**