Di seluruh Indonesia hanya ada 11 jurnal di bidang hukum yang telah terakreditasi nasional. Sedangkan belum ada sama sekali jurnal hukum bereputasi internasional yang terindeks oleh Scopus. Gap antara kebutuhan dan ketersediaan jurnal yang ada menjadi isu bersama yang harus disikapi secara makro oleh para pengelola jurnal. Dari perspektif kerangka kebijakan, LIPI dan Dikti saat ini telah mengarahkan pengelolaan jurnal menuju pengelolaan berbasis elektronik.
Hal ini ditandai dengan diluncurkannya sistem akreditasi jurnal nasional “Arjuna” yang berbasis daring dan kewajiban mengajukan akreditasi melalui Arjuna berdasarkan Peraturan Dirjen Dikti No. 1 tahun 2014 tentang Pedoman Akreditasi Terbitan Berkala Ilmiah. Akan tetapi dalam sistem Arjuna tersebut terdapat perubahan atas beberapa komponen penilaian akreditasi dibandingkan sistem akreditasi manual sebelumnya. Sehingga, belum semua pengelola jurnal familiar dengan sistem tersebut, dan tanpa adanya persiapan dan pengayaan pengetahuan bukan mungkin pengajuan akreditasi akan menjadi gagal.
Dengan adanya Peraturan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi No. 20 Tahun 2017, para akademisi hukum diwajibkan untuk mempunyai luaran dalam bentuk jurnal yang berakreditasi maupun jurnal yang terinternasionalisasi. Untuk mengatasi permasalah-permasalahan yang diuraikan sebelumnya secara bersama, para pengelola jurnal hukum se-Indonesia baik dari PTN maupun PTS telah membentuk Asosiasi Pengelola Jurnal Hukum Indonesia (APJHI) di Semarang, 8 Oktober 2016.
Dengan tujuan utama untuk memfasilitasi pertukaran kesediaan naskah dan menyeragamkan pengetahuan pengelola jurnal terkait tata kelola yang baik. Salah satu kebutuhan yang mendesak adalah memastikan pengelolaan jurnal berbasis Open Journal System (OJS) secara baik dan memenuhi standar minimum agar jurnal tersebut dapat menuju akreditasi nasional dan internasional. (adv/sri)