CIANJUR – Pascapemberhentian 130 pegawai, RSUD Pagelaran langsung menaikkan upah pegawai yang tidak masuk dalam DPA yang juga bertahan untuk tetap bekerja di sana.
Mpuy (nama samaran), mengatakan, setelah beberapa hari lalu pihak direksi mengeluarkan surat pemberhentian, upah di bulan kedua mulai dikeluarkan. Namun banyak dari pegawai yang awalnya tidak masuk DPA, langsung menerima gaji utuh.
“Biasanya mereka itu dapat di bawah Rp 1 juta, tapi seketika naik di angka Rp 2,1 juta. Padahal mereka tidak masuk DPA,” kata dia kepada Cianjur Ekspres, Rabu (27/2).
Mereka yang sudah masuk DPA, lanjut dia, masih tetap mendapatkan upah yang sama sebelum terjadinya pemberhentian 130 pegawai non-PNS. Dia mengaku mendapat informasi tersebut setelah menghubungi rekannya yang masih bekerja di RSUD Pagelaran. Tetapi, menurutnya, jika biasanya gaji diberikan langsung pada pegawai dalam bentuk tunai, kali ini pemberian upah diberikan melalui nomer rekening. “Tidak tahu kenapa jadi lewat rekening, biasanya langsung,” kata dia.
Mpuy mengaku menyayangkan sikap dari RSUD yang dengan seenaknya memperhatikan seratusan lebih pegawai dengan sistem penilaian yang tidak objektif dan tergolong tertutup.
“Dan sekarang langsung memberikan menaikkan gaji pegawai yang semula tidak masuk DPA. Kalau begitu sama saja pengeluaran pegawai tinggi, meskipun ada pemberhentian pegawai. Mereka yang baru masuk pun sudah lebih enak dengan diberi gaji setara dengan pegawai lama dan telah masuk DPA,” kata dia.
Sementara itu, pihak RSUD Pagelaran masih belum bisa dikonfirmasi terkait hal tersebut.
Sehari sebelumnya, ratusan orang berunjuk rasa di depan kantor DPRD terkait pemberhentian 130 pegawai yang dinilai subjektif.
Koordinator Aksi, Yana Nurzaman, mengatakan, pada pertemuan di ruang rapat gabungan yang dihadiri Asda III, direktur RSUD Pagelaran dan Badan Kesbangpol, banyak fakta yang muncul yang disampaikan oleh beberapa karyawan yang diberhentikan yang memperkuat dugaan adanya ketidakberesan.
“Selain itu, ada dugaan ketidakakuratan data yang digunakan menjadi dasar kebijakan rasionalisasi karyawan oleh direktur RSUD,” ujar dia.
Menurutnya, fakta-fakta yang muncul juga menunjukan proses keluarnya SK Pemberhentian karyawan cenderung tergesa-gesa dan dipaksakan.