CIANJUR – Pakar Hukum Tata Negara, Dedi Mulyadi, mengatakan, meskipun para pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) bukan merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS), namun anggaran yang diturunkan merupakan dari APBN untuk program kesejahteraan dan perekonomian warga.
“Jadi sudah jelas, anggaran itu digunakan dan bersumber dari mana. Sehingga perlu adanya netralitas dari mereka dalam program tersebut, tidak boleh digunakan secara politik,” kata Dedi kepada Cianjur Ekspres, Senin (25/2).
Pernyataan salah satu dosen Universitas Surya Kancana (Unsur) itu merujuk adanya oknum pendamping PKH yang cenderung mengarahkan anggotanya untuk memilih salah satu calon legislatif (Caleg) dari partai tertentu.
Menurutnya, tujuan dari program tersebut sudah jelas, sehingga dalam pelaksanaannya tidak boleh dijadikan sebagai alat politik.
“Sekarang kan baru muncul indikasi adanya politisasi atau PKH sebagai alat politik, itu perlu ada pembuktian. Yang jelas, ke arah sana tentu tidak dibenarkan, jangan jadikan program ini sebagai alat politik,” kata dia.
Koordinator Kabupaten Pendamping PKH Cianjur, Ahmad Yandi, menegaskan, dirinya selalu mengingatkan agar para pendamping PKH tetap bersikap netral dalam momentum politik di tahun ini.
Menurutnya, mereka yang tidak netral akan diberikan sanksi sesuai aturan, mulai dari peringatan pertama, kedua, hingga pemberhentian dari pendamping PKH.
“Pastinya kami selalu ingatkan supaya netral, sanksi pun pasti diterapkan bagi mereka yang melanggar ketentuan tersebut,” pungkasnya.(bay/red/sri)