RASONALISASI pengawai non-PNS di RSUD pagelaran dinilai bisa berujung pada proses hukum. Mengingat surat pemberhentian pegawai dianggap cacat hukum.
Presidium LSM Aliansi Masyarakat untuk Penegakkan Hukum (Ampuh) Cianjur, Yana Nurzaman, mengatakan, pelaksanaan Rasionalisasi Pegawai Non PNS di RSUD Pagelaran oleh jajaran direksi mencerminkan ketidakadilan, bahkan dianggap ngawur.
Apalagi, lanjut dia, setelah meneliti dan mempelajari Surat Keputusan Dirut RSUD Pagelaran tentang Rasionalisasi Pegawai NonPNS di RSUD Pagelaran, pihaknya menilai bahwa surat itu tersebut cacat secara hukum dan proses pemberhentian menjadi tidak sah.
Apalagi, surat yang berdasarkan Keputusan Direktur Rumah Sakit Pagelaran nomor 800.Kep146.19/RSUD-Pgl/2019 tentang rasionalisasi pegawai tersebut hanya ditandatangani oleh Kasubag Tata Usaha, Hasan. Sementara bagian kolom tandatangan Direktur Rumah Sakit Pagelaran, dr Awie Darwizah tampah kosong.
“Artinya sampai SK tersebut diterima oleh para pegawai non PNS yang diberhentikan, hak-hak dan kewajiban mereka yang diberhentikan tidak gugur, begitupun pihak Direksi RSUD Pagelaran masih berkewajiban untuk memenuhi hak-hak karyawan tersebut sampai adanya perbaikan terhadap SK yang telah dikeluarkan tersebut,” kata dia kepada Cianjur Ekspres, Minggu (24/2).
Yana mengaku, heran terhadap direksi yang berani menyampaikan SK, dimana didalamnya tidak dibubuhi tanda tangan basah Direktur dan berstempel resmi RSUD Pagelaran. Karena cacatnya secara hukum SK tersebut, dia berharap seluruh karyawan yang terkena musibah pemberhentian untuk tetap melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai karyawan RSUD Pagelaran seperti biasanya.
“Untuk jajaran direksi, kami mendesak untuk segera menarik SK tersebut sebelum menjadi pangkal kegaduhan,” tegas dia.
Selain cacatnya SK pemberhentian tersebut, lanjut Yana, Ampuh mencium aroma busuk, yang tidak lain dan tidak bukan hadirnya subjektivitas dan faktor like and dislike pada proses keluarnya SK tersebut. Hal itu dianggap menyesatkan dan sangat tidak mencerminkan rasa keadilan.
“Fakta yang berhasil kami gali dan kumpulkan menunjukan adanya kealergian khususnya dari Direktur terhadap karyawan yang berafiliasi kepada Ormas Kepemudaan tertentu, sehingga karyawan yang berafiliasi dengan Ormas/OKP itu hampir semuanya terkena musibah pemberhentian,” kata dia.