ANAK adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak mampu bertanggung jawab dalam keberlangsungan bangsa dan negara, setiap anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun sosial. Untuk itu, perlu dilakukan upaya perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya tanpa perlakuan diskriminatif.
Negara menjunjung tinggi hak asasi manusia, termasuk di dalamnya hak asasi Anak yang ditandai dengan adanya jaminan perlindungan dan pemenuhan Hak Anak dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan baik yang bersifat nasional antara lain: UU N0 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang kemudian dilakukan perubahan menjadi UU No 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan UU N0 23 Tahun 2002 Tentang perlindungan anak, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, serta beberapa peraturan pemerintah dan peraturan menteri.
Terakhir, pemerintah pada tanggal, 25 Mei 2016 telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah penganti Undang-undang (Perppu) nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Di sisi lain yang bersifat internasional, jaminan ini dikuatkan melalui ratifikasi konvensi internasional tentang Hak Anak, yaitu pengesahan Konvensi Hak Anak melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention On The Rights Of The Child (Konvensi Tentang Hak-Hak Anak).
Dalam agama, perlindungan terhadap anak ini masuk dalam konsep hifdh al-nasl. Hifdh al-nasl secara harfiyah berarti memelihara keturunan. Dalam Islam, hifdh al-nasl adalah salah satu dari lima hal yang menjadi bagian dari maqashid al-syari’ah (tujuan penetapan hukum Islam). Empat prinsip lainnya adalah memelihara agama (hifdh al-din), memelihara jiwa (hifdh al-nafs), memelihara akal (hifdh al-‘aql), dan memelihara harta benda (hifzdh al-mal).
Dalam satu segi, maqashid al-syari’ah adalah kewajiban. Artinya, setiap orang diperintahkan untuk memelihara, melindungi dan menjamin terlaksananya lima hal di atas. Tapi, dalam segi yang lain, maqashid al-syari’ah sekaligus mengandung dimensi hak. Artinya, setiap orang berhak untuk memperoleh jaminan terhadap lima hal di atas. Itulah sebabnya, hifdh al-nasl sebagai bagian dari maqashid al-syari’ah tidak hanya mengandung perintah yang mewajibkan setiap muslim untuk memberikan perlindungan terhadap anak-anaknya, tetapi juga harus ada jaminan bahwa setiap anak berhak untuk mendapat jaminan perlindungan guna melanjutkan proses kehidupan bagi generasi selanjutnya.(*)