CIANJUR – Pemerintah Kabupaten Cianjur sudah mencabut moratorium alih fungsi lahan pada 2018 lalu. Meski begitu, kawasan pertanian tetap tidak diizinkan untuk dibangun, baik untuk komersil ataupun keperluan pribadi.
Kabag Hukum Setda Kabupaten Cianjur, Bambang Tavip, mengatakan, moratorium alih fungsi lahan tersebut sudah dicabut dengan dasar surat keputusan (SK) yang dikeluarkan oleh pimpinan daerah.
“Sejak tahu lalu dicabut, dengan dasar SK. Tapi poin apa saja yang dicabut itu teknisnya ada di perizinan,” kata dia kepada Cianjur Ekspres, Rabu (23/1).
Kepala Seksi Penyelenggaraan Perizinan dan Non Perizinan Bidang Pembangunan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMP-TSP) Kabupaten Cianjur, Superi Faizal, mengatakan, dengan dicabutnya moratorium ada beberapa kawasan yang kembali boleh dibangun atau dialihfungsikan.
“Pada intinya kawasan yang semula memang dilarang dibangun saat ada moratorium, kembali bisa dibangun dengan ketentuan-ketentuan yang ada,” kata dia saat ditemui terpisah.
Menurutnya, kawasan yang diperbolehkan dan tidak untuk dialihfungsikan kembali pada Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Dimana, kawasan yang ditetapkan sebagai pertanian tetap tidak bisa dialihfungsikan ke bangunan.
“Meskipun bentuknya sudah menjadi tanah darat, bahkan sertifikatnya itu sudah berubah jadi tanah darat, kami tidak akan mengeluarkan izin, karena dalam regulasinya masuk dalam kawasan pertanian,” kata dia.
Namun, Superi menjelaskan, jika kawasan yang dibangun merupakan non-pertanian dalam RTRW maka akan bisa diproses izinnya meskipun bentuk dari lahan tersebut merupakan lahan pertanian atau berbentuk sawah.
“Makanya kembali didasari pada RTRW. Meskipun moratorium dicabut, tetap ada aturan yang berlaku, bukan berarti semuanya bisa langsung dialihfungsikan,” kata dia.
Di sisi lain, Superi mengatakan, ada beberapa kawasan yang kemungkinan nantinya bakal bisa dialihfungsikan, seperti halnya kawasan Jalan Pramuka. Dalam regulasi RTRW yang direvisi, kawasan tersebut berubah menjadi non-pertanian dan dimungkinkan bisa dikeluarkan izin untuk membangun.
Sayangnya, revisi RTRW sampai saat ini masih dalam pembahasan di pemerintah provinsi dan belum kunjung ditetapkan. “Tinggal menunggu saja revisi, nanti disesuaikan lagi mana kawasan yang dipertahankan jadi lahan pertanian atau non pertanian dan bisa dialihfungsikan,” kata dia.(bay/red)