Misalkan, lanjut dia, menciptakan program bebas korupsi di setiap dinas, pembersihan suap mutasi dan rotasi jabatan, pembersihan bagaimana perizinan dan lainnya. “Pertama suap mutasi rotasi yang indikasinya memang katanya masih ada, yang ke dua suap perizinan. Misalkan bagaimana nanti pak Herman memimpin Kabupaten Cianjur ke arah yang lebih baik, agar hal ini bisa bersih tentu dengan berbagai program stakeholder dan melibatkan masyarakat,” katanya.
Tokoh masyarakat Cianjur, Dodi Suryadi menambahkan, menurutnya warga yang memaksa masuk ke kawasan Pendopo Cianjur di luar prediksi memang tidak direncanakan dan memang secara spontanitas.
“Dan sudah jelas bahwa bupati melakukan korupsi, pemungutan-pemungutan terhadap uang masyarakat yang digunakan untuk kepentingan kemenangan mereka, tetapi Allah SWT maha adil, perjalanan ternyata maksud dia ingin dinasti ini terus berjalan, namun takdir berbicara lain,” katanya.
Di tempat yang sama, Dodi Suryadi, tokoh masyarakat Cianjur, menyebut berkumpulnya ribuan warga Cianjur itu sebagai salah satu bentuk kemarahan dengan kebijakan bupati yang menurutnya bagian dinasti.
“Ini klimaks kemarahan masyarakat yang menganggap rezim ini adalah rezim dinasti, dari mulai ayahnya Tjetjep Muchtar Saleh kemudian diteruskan oleh putranya IRM. Mereka banyak melakukan kebijakan yang terindikasi korupsi, pemungutan-pemungutan uang masyarakat untuk kepentingan mereka,” ujar Dodi.
Firman (35) seorang warga yang hadir dalam kesempatan itu mengaku sengaja datang sebagai bentuk kepedulian dengan sesama warga lainnya. “Saya sengaja datang, selain ingin ikut makan nasi liwet, saya juga mengapresiasi tindakan KPK yang menangkap dan menetapkan bupati sebagai tersangka kasus pungutan dana pendidikan,” katanya.
Pihaknya berharap, kasus bupati ini bisa mengungkap kasus lainnya yang mungkin jauh lebih besar. “Mudah-mudahan KPK bisa mengungkap kasus lainnya di Cianjur yang sepertinya sudah menjadi rahasia umum. Mungkin saja tidak hanya di pendidikan, biar KPK yang mengusutnya,” pungkasnya. (job3/sri)