Analisis profil perusahaan resmi menunjukkan bahwa APP/Sinar Mas gagal mengakui koneksinya ke sejumlah perusahaan bubur kayu lainnya, termasuk sejumlah pemasok ‘independen’ untuk APP. Perusahaan-perusahaan ini sebenarnya dimiliki oleh karyawan perusahaan Sinar Mas Group, termasuk sejumlah anggota keluarga Widjaja, melalui jaringan perusahaan induk.
Salah satu perusahaan bubur kayu di Kalimantan Barat yakni PT Muara Sungai Landak (PT MSL) dimiliki oleh dua karyawan perusahaan yang terafiliasi dengan APP yaitu Sinar Mas Forestry. Hampir 3.000 hektar hutan dan lahan gambut telah ditebangi PT MSL sejak 2013.
Sementara itu, perusahaan tambang Sinar Mas, Golden Energy and Resource (GEAR) telah secara terbuka mengakui memiliki PT Hutan Rindang Banua (PT HRB), sebuah konsesi kayu dan bubur kertas seluas 265.095 hektar di Kalimantan Selatan. Berdasarkan analisis citra satelit sejak 2013, di dalam konsesi milik PT HRB, sekitar 5.000 hektar hutan telah ditebang.
“Bukti baru ini menunjukan bahwa APP/Sinar Mas tidak serius dalam komitmen kebijakan nol-deforestasi yang mereka buat. Sinar Mas Group harus segera membuka secara terang benderang hubungan kepemilikannya dengan perusahaan-perusahaan lain yang mempunyai konsesi, menghentikan pembukaan hutan serta memulihkan lahan yang telah mereka rusak. Hanya tindakan inilah yang dapat menyelamatkan APP/Sinar Mas dari protes masyarakat dan risiko ditinggalkan oleh pelanggan mereka, ” kata Kiki.
Semua pelanggan dan investor APP/Sinar Mas harus menuntut perusahaan-perusahaan ini untuk berterus terang soal kepemilikan atau hubungan perusahaan yang terkait dengan mereka, segera menghentikan praktik-praktik deforestasi baik yang dilakukan APP/Sinar Mas atau perusahaan lain yang memiliki hubungan dengan grup Sinar Mas. Jika ini tidak dipatuhi, maka semua pelanggan harus membatalkan kontrak dan menjauhi APP/Sinar Mas. (rls)